Seberapa Bahagia Kamu Saat ini?
Pernah gak merasa kalau orang lain lebih hebat darimu?
Pernah gak merasa kalau orang lain lebih bahagia darimu?
Pernah gak merasa kalau orang lain lebih beruntung darimu?
Saya sendiri pernah merasakannya. Secara gak langsung saya merasakan itu ketika orang lain lulus kuliah lebih dulu. Terus ditambah lagi saat scrolling di social media. Secara gak langsung, saya merasa hidup mereka lebih baik dari saya.
Perasaan itu seperti menyala di kedalaman. Seolah ada yang mengganjal ketika melihat pencapaian atau kehidupan orang lain yang tampak bahagia.
Mungkin cocok dengan pepatah, “Rumput tetangga lebih hijau.”
Nah, saya merasa gagal merawat rumput sendiri.
Cukup lama saya bertarung dengan perasaan itu. Karena pertarungannya bukan pertarungan yang kelihatan. Tetapi pertarungan batin yang nggak kelihatan.
Seenggaknya saya dapat pelajaran berharga dari pengalaman itu.
Sekarang perasaan itu udah terkikis. Artinya, saya berhasil mengalahkan ketidakyakinan, ketidakberdayaan atau ketidakpastian.
Mungkin bukan cuma saya aja yang merasakannya. Tiap orang punya fase bahagianya masing-masing. Ada yang bahagia sejak awal. Ada yang disediakan bahagia di akhir.
Yang saya yakini saat ini, sebenarnya hidup kita udah cukup. Kita bisa merayakan kebahagiaan, dengan cara kita, dan sesuai standard kita sendiri.
Misalnya, ketika orang lain tampak bahagia di social media, bukan berarti kita jadi kurang bahagia. Kehidupan mereka nggak seharusnya menjadi penentu kebahagiaan kita.
Cukup lakukan yang terbaik untuk dirimu.
Coba tanyakan, “Apa sih yang bisa bikin saya bahagia? Apakah dari pencapaian? Apakah dari karya? Apakah dari cinta yang tulus? Atau apa?”
Kalau kamu udah bisa menjawab pertanyaan itu, saatnya kamu mulai melihat orang lain apa adanya. Dan fokus sama standard bahagiamu. Bahkan di tahap tertentu, kamu bisa merasa bahagia ketika melihat teman atau orang lain bahagia dengan kehidupannya.
Semacam membalikan persepsi. Mengganti pernyataan dari ‘Dia kok bahagia, tapi saya nggak.’ menjadi ‘Dia bahagia, saya juga ikut bahagia melihatnya.”
Pernyataan ini justru membuat hati kita lebih tentang. Karena ketika kita bersyukur dengan kebahagiaan orang lain, secara gak langsung itu akan memantul ke diri kita.
Sama seperti mendoakan orang lain. Doa itu pun akan berbalik lagi ke kita. Mungkin dalam bentuk yang berbeda.
Jangan sampai kita iri dan membanding-bandingkan dengan kehidupan orang lain. Cukup bandingkan kehidupanmu saat ini dengan yang sebelumnya. Seperti dari sifat, karakter atau kebiasaan.
Sekarang udah mulai jelas ya.
Seharusnya bukan kehidupan orang lain yang mempengaruhi kehidupan kita. Tapi dari kualitas diri kita sendiri. Kalau kita fokus meningkatkan kualitas diri, lama kelamaan perasaan nggak berdaya itu akan hilang juga.
Ketika kualitas dirimu meningkat, lama kelamaan kamu akan menemukan kebahagianmu sendiri.
Karena standard bahagia tiap orang itu beda-beda. Dan kita nggak harus mengikuti standard orang lain. Cukup penuhi standardmu sendiri.
Ada yang bisa bahagia kalau punya mobil mewah. Ada yang bahagia kalau bisa jadi juara. Ada juga yang bisa bahagia kalau bisa kumpul bareng keluarga.
Jadi, apa sih standard bahagiamu?