Morph: Belajar Menerima Diri Sendiri

Yasier Fadilah
3 min readMar 9, 2024

--

Saya sempat tersentuh ketika beberapa kali melihat orang yang kondisinya berkekurangan, tetapi mampu menunjukan kelebihannya. Mereka tampak bisa berdamai dengan kekuranganya. Dari mulai pemimpin perusahaan, stand up comedian, sampai penyanyi. Secara fisik, mungkin berbeda, tapi mereka berani tampil menjadi dirinya sendiri, tanpa takut dihujat atau dihina.

Gak tau kenapa, saya seperti mendapat panggilan hidup buat melakukan hal seperti mereka. Tapi saya masih belum tau panggilan seperti apa itu.

Saya masih fokus dengan kekurangan, alih-alih menggali kelebihan. Ah, menggali kelebihan? Apa kelebihan yang bisa digali? Saya belum tau.

Tiba-tiba pikiran saya flashback ke beberapa taun yang lalu. Saya teringat momen ketika mengikuti lomba speech atau pidato Bahasa Inggris. Di lomba itu, saya bisa tampil maksimal. Saya merasa menikmati ketika bicara di depan umum, yang waktu itu ditonton oleh dosen dan mahasiswa. Yaa, meskipun saya cuma jadi juara tiga.

Tapi, kejadian itu bikin saya bertanya sama diri sendiri, “Apakah itu kelebihan yang mesti saya gali?”

Mungkin iya. Kayaknya saya perlu menggali lagi skill public speaking. Sampai akhirnya, saya memutuskan buat konsisten berbagi sesuatu di youtube.

Oke, seiring berjalannya waktu, saya jadi lebih terbiasa dengan skill public speaking. Saya mulai menikmati prosesnya. Saya mulai sadar, kayanya, inilah panggilan yang dimaksud itu. Saya merasa terpanggil untuk berbagi dan menginsprasi sebanyak mungkin orang. Meskipun berat, tapi saya merasa excited melakukannya.

Tapi, tiba-tiba di tengah jalan saya kehabisan ide. Lebih tepatnya, saya jadi gak punya ruang buat mencari ide dan membagikannya. Lagi-lagi ini karena masalah dari lingkungan. Orang-orang mengharapkan saya menjadi sesuatu yang mereka mau, disaat saya udah menemukan jalan ninja saya.

Dari situ, saya malah berhenti bikin konten. Lagi-lagi berhenti. Saya habiskan beberapa minggu tanpa bikin konten samasekali, tanpa berbagi apapun. Karena waktu itu saya bingung buat memilih antara mengikuti ekspektasi dan harapan orang lain, atau memilih jalan saya sendiri.

Ini periode yang cukup sulit buat saya. Karena berhubung usia saya makin tambah dewasa.

Singkat cerita, saya sempat nonton video salah satu teman yang ikutan ajang pencarian bakat menyanyi. Saya kenal dan tau orangnya seperti apa. Meskipun gak deket-deket banget sih. Intinya, saya cukup kaget karena dia bisa lolos ke babak-babak selanjutnya.

Dia memang passionate di bidang nyanyi, bahkan selera musiknya bisa dibilang anti-mainstream.

Saya tonton videonya berkali-kali, terus mikir: Dia berjuang banget dengan kelebihannya, sampai bisa di titik itu, pasti perjuangannya gak main-main.

Waduh, entah energi apa yang menjalar di tubuh saya. Saya putuskan buat bangkit dan memperjuangkan kelebihan dan panggilan hidup saya. Kuncinya adalah mau menerima diri sendiri dan mau menerima segala konsekuensi.

Saya pun kembali menapaki jalur public speaking. Saya mulai belajar menerima kelebihan dan kekurangan. Ternyata kita nggak bisa terlalu fokus sama kekurangan, karena gak akan maju, tapi nggak boleh terlalu pede juga sama kelebihan, karena bisa jatuh dalam kesombongan.

Kesimpulannya, saya mulai menikmati kesempatan public speaking dengan lebih pede dan humble. Menerima kelebihan dan kekurangan secara bersamaan. Menerima diri sendiri, bukan memaksakan yang bukan diri kita.

--

--

Yasier Fadilah

I write about personal growth, business and productivity. You can also find me on IG @yasierfadilah. Thank you for reading.