Kekuatan Komitmen
Sama seperti kebanyakan orang, kita pasti punya kemauan untuk mengerjakan sesuatu atau mendapatkan sesuatu.
Kemauan kita juga menentukan: mau jadi mulia, atau sebaliknya.
Kalau pemuda zaman dulu seperti Sutan Sjahrir ngga ingin Indonesia merdeka, mungkin beliau ngga akan berusaha keras mendesak Ir. Soekarno untuk mengumandangkan proklamasi di depan ribuan atau jutaan pasang mata yang rindu kemerdekaan saat itu.
Kemauannya telah menguat dan mengokoh.
Kemauan yang menguat akan berubah menjadi komitmen. Komitmen ini seperti pilar yang menopang bangunan. Sekali rusak, bangunan akan mudah roboh. Tapi sekali tertancap kuat, bangunan akan tetap kokoh.
Dulu, saya sempat punya kemauan membangun sekolah yang benar-benar menggali dan mengembangkan potensi murid yang sebenarnya. Maksudnya, tiap anak pasti punya potensinya masing-masing. Ngga semua siswa harus jago di satu bidang aja, kan?
Saya sih percaya, setiap orang itu punya modal menjadi hebat.
Ada kekuatan tersembunyi (potensi) di diri kita yang belum sepenuhnya keluar. Bisa jadi karena kita belum tahu. Atau ngga mau tahu. Yang akhirnya ngga sempat dikembangkan.
Itulah kenapa, saya selalu ingin mendorong kamu buat mencari tahu potensi terbaikmu. Anggap aja ini sebagai langkah kecil saya dalam membangun sekolah. Karena saya belum punya cukup modal buat merealisasikannya.
Nah, balik lagi ya, sebenarnya kita membutuhkan kemauan di awal. Tapi, ia harus menjadi komitmen untuk benar-benar survive sampai akhir.
Dan karena komitmen adalah bentuk dedikasi dan tanggung jawab kita.
Seperti petani yang berkomitmen menghasilkan padi berkualitas. Seperti dokter yang berkomitmen menyembuhkan pasien. Seperti guru yang berkomitmen mencerdaskan anak bangsa.
“Komitmen yang kuat akan memantapkan langkah kita dan menjaga fokus dalam memaksimalkan hasil. Jaga komitmen dan teruskan perjuangan.” — Andrie Wongso
Sekarang gimana caranya agar punya komitmen yang kuat?
Oke.
Misalnya, kamu mau jadi pengusaha nih. Pasti banyak hal yang harus disiapkan seperti mental pengusaha dan kemampuan menjual. Dan, selalu ada resiko yang menyertai. Kalau komitmen kamu belum cukup kuat, mungkin kamu akan berhenti jadi pengusaha, dan beralih ke profesi lain. Tapi kalau komitmen kamu kuat, kamu akan tetap bertahan di tengah kesulitan sekalipun.
Komitmen yang kuat itu bisa datang dari alasan. Mungkin kamu jadi pengusaha karena ingin menyejahterakan karyawan, mungkin kamu jadi pengusaha karena ingin membahagiakan orang tua, atau alasan lainnya.
Saya jadi ingat kisah kawan saya yang merintis jadi pengusaha. Ia ingin menjadi saudagar muslim sukses karena ingin menyejahterakan orang-orang. Hmm, komitmennya ternyata bukan cuma menguntungkan diri sendiri, tapi juga orang lain.
Jadi … milikilah komitmen dalam mengejar sesuatu. Komitmen untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain.
Tetap semangat, kawan!