Filosofi Ketupat

Yasier Fadilah
2 min readMay 15, 2021

--

Photo from travel.kompas.com

Kali ini saya ingin membahas tentang makanan yang sering ada pas momen lebaran. Tapi ini bukan tentang review makanan atau tentang wisata kuliner. Saya ingin membahas filosofi dari makanan itu.

Bisa dibilang ini pembahasan yang sederhana, tapi semoga bermakna.

Nah, tiap lebaran kita selalu ketemu makanan khas seperti ketupat. Karena ini sering dijumpai pas momen lebaran. Sekarang saya coba melihat filosofinya.

Ketupat

Saya sempat melihat pembuatan cangkang ketupat yang dianyam. Ternyata pembuatannya agak rumit, karena harus dianyam dan dibentuk menjadi persegi atau jajargenjang.

Kadang kita melihat sesuatu setelah jadi, bukan dari proses pembuatannya. Apa yang kita lihat biasa aja, bisa jadi melewati proses yang rumit.

Makanan ini berisi beras yang dibungkus anyaman dari daun kelapa. Daun kelapa itu berbelit-belit ketika dianyam. Mencari jalan yang tepat biar bentuknya nggak berantakan.

Filosofinya adalah untuk bisa makan sesuap nasi, kita harus berjuang dulu. Kadang kita juga mengalami proses hidup yang berbelit-belit. Sampai menemukan jalan yang benar.

Ketika kita udah melewati proses yang berbelit itu, kita akan menjalani prosesnya dengan lebih mudah. Karena ketika kita mau makan ketupat, kita nggak harus membuka anyaman itu satu persatu. Kita tinggal memotongnya pakai pisau. Kita tinggal menikmati hasil perjuangannya.

Intinya: filosofi ketupat mengajari kita kalau nggak ada keberhasilan yang instan.

Jadi, sebenarnya, selama hidup kita pasti mengalami proses yang hampir sama. Sifatnya sama, tapi bentuk kejadiannya aja yang beda. Seperti filosofi ketupat. Kita harus berjuang dulu untuk hidup dan belajar dari kehidupan, sampai akhirnya kita bisa menikmati hasil perjuangannya.

--

--

Yasier Fadilah
Yasier Fadilah

Written by Yasier Fadilah

I write about personal growth, business and productivity. You can also find me on IG @yasierfadilah. Thank you for reading.

No responses yet