Apa Kontribusi Terbaikmu?
“You can retire from a job, but don’t ever retire from making extremely meaningful contributions in life.” — Stephen Covey
Kita biasanya dicari atau mencari. Kita diberi atau memberi. Kita ditolong atau menolong. Kita diajari atau mengajari. Kita dicintai atau mencintai.
Pada kenyataannya, kita mendapat kontribusi dari orang lain. Besar atau pun kecil. Apa yang kita tahu, apa yang kita miliki, adalah bagian dari kontribusi orang lain. Kontribusi dari orang tua, guru, pelatih atau bahkan teman. Lalu, kita pun selalu punya kesempatan untuk melakukan kontribusi seperti itu juga. Bahkan bisa jadi lebih dari yang kita dapatkan.
Saya belajar silat dari kelas 3 SD. Kalau diingat-ingat sudah lama juga sih, sejak jurus silat yang pertama diberikan oleh guru saya. Saat itu saya sama sekali belum tahu cara melakukan gerakan silat yang benar. Beruntungnya, guru saya selalu mengajari dengan sabar dan memperbaiki setiap kesalahan.
Itulah yang membuat saya sadar, bahwa guru yang baik itu, yang tulus memperbaiki. Bukan memarahi, bukan memaki, tapi memperbaiki. Karena kalau kita salah, lalu dimarahi, kita hanya akan merasa diri ini tetap salah. Tetap merasa nggak bisa.
Tiap guru memang punya caranya masing-masing.
Setelah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun diajari, jurus silat yang dipelajari itu seperti meresap dan menetap di tubuh saya, di otot dan pesendian saya. Dari yang cuma tahu, mulai paham dan jadi mampu.
Saya akan selalu ingat dengan kontribusi beliau yang secara sukarela menurunkan ilmunya. Karena ilmu dan tutunannya sangat membekas sampai sekarang.
Mereka yang telah berkontribusi seperti jembatan yang membawa saya menyebrang ke tempat yang lebih baik. Kadang saya baru sadar ketika apa yang diberikan sudah berlalu. Dan teringat, tanpa kontribusinya, mungkin saya nggak ada di posisi sekarang, mungkin saya nggak akan jadi seperti sekarang. Ilmunya, hartanya atau uluran tangannya sangat berarti.
Ini yang membuat saya sadar bahwa hidup tuh memang nggak sendirian. Kita nggak bisa menyenangkan diri sendiri aja. Kita juga seharusnya mampu berkontrbusi. Membuat dan menyambung jembatan kebaikan. Jembatan yang akan terus memanjang sampai kehidupan di dunia berakhir.
Dari kesadaran itu saya jadi berpikir tentang kontribusi apa yang bisa saya berikan kepada dunia, kepada kehidupan.
Tapi saya yakin, setiap orang pasti punya caranya sendiri.
Saya pikir kontribusi nggak harus berupa sesuatu yang besar. Tapi bisa dari hal kecil dan sederhana. Kontribusi ini berawal dari apa yang terdekat dengan kita dulu. Bisa jadi apa yang kita kuasai, apa yang kita miliki atau apa yang bisa kita usahakan.
Hadirnya kita di dunia ini pasti bukan kejadian yang tanpa alasan. Karena saya dan kamu yang ada sekarang, adalah manusia terpilih yang berhasil terbentuk dan terlahir. Tuhan pun membuat rupa kita lebih sempurna daripada makhluk lainnya.
Masalahnya, kalau kita hanya sekadar hidup, lalu apa bedanya dengan makhluk lain?
Sebenarnya ini jadi pengingat buat kita semua. Kontribusi ini berlaku selama kita hidup. Kontribusi bukan karena saya atau kamu lebih baik. Tapi karena saya dan kamu memiliki kemampuan lebih, yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan.
Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” — (H.R. Ahmad ath-Thabrani. ad-Daruqutni, disahhkan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ No: 3289)
Coba bayangkan, seandainya kamu berkontribusi dengan ilmu. Misalkan kamu jago di bidang matematika. Kamu sadar dengan kelebihanmu itu. Lalu kamu membagikan ilmu itu ke beberapa orang yang belum paham. Sampai akhirnya kamu membentuk grup atau komunitas belajar matematika. Ilmu yang kamu ajarkan itu akan terus mengalir. Jembatan kebaikan akan terus memanjang.
Bukankah kontribusimu itu akan berdampak besar bagi kehidupan?
Ada yang bilang, pemimpin yang baik itu melahirkan pemimpin lagi. Jadi, guru yang hebat seharusnya melahirkan calon guru yang hebat lagi. Penulis yang handal sebaiknya melahirkan penulis handal yang lain. Ahli matematika semestinya memunculkan ahli matematika yang baru lagi. Dan begitu seterusnya. Kita diajari dan mengajari.
Berkontribusi dan berbuatlah yang terbaik untuk dunia. Dengan meneruskan ilmu, meneruskan harta, atau meneruskan kehebatan kepada orang lain. Kehidupan ini akan semakin indah dengan saling menolong, saling menguatkan dan saling menghebatkan. Setuju?