Alasan yang Memberdayakan
Ketika situasi menjadi sulit, kadang saya menepi beberapa saat. Menepi dari perjalanan yang melelahkan. Saya biarkan yang lain mendahului. Toh, cepat atau lambat kita akan sampai juga pada akhirnya.
Setiap kita pasti pernah merasa lelah. Mungkin lelah fisik atau lelah hati. Atau bahkan campuran keduanya. Kadang kita mengucapkan serapah atau melontarkan alasan untuk berhenti.
Meski ada alasan-alasan yang menghambat gerak langkah kita. Mungkin kita beralasan untuk mundur karena ngga ada kesempatan lagi, karena ngga ada kemajuan, karena ngga ada kekuatan lebih untuk meneruskan perjalanan, dsb.
Segeralah cari alasan yang lebih memberdayakan.
Dulu, saya pun pernah berada pada posisi dimana yang ada hanya alasan-alasan yang mengikat untuk tetap diam. Seperti rantai gajah yang mengikat kaki dan terus menerus menguat ikatannya.
Lalu, lambat laun rantai itu mulai berkarat dan rapuh jua. Saya berusaha melepaskannya sekuat tenaga. Alasan itu mulai berkurang. Saya berusaha keras untuk meyakinkan diri bahwa ini hanya kondisi sementara. Semuanya akan berubah.
Alhamdulillah! Kepala saya mulai dipenuhi alasan yang lebih memberdayakan.
Saya kini punya alasan untuk maju dan melanjutkan perjalanan. Saya maju karena ada orang tua yang harus dibahagiakan, saya maju karena sisa hidup ini harus bermanfaat, saya maju karena kita punya tugas untuk menjadi pemimpin di muka bumi. Alasan-alasan ini yang berusaha saya tancapkan di pikiran dan perasaan. Karena pikiran dan perasaan akan mempengaruhi gerak langkah kita.
Apakah saat ini kamu sedang lelah?
Mungkin kamu lelah dengan kerjaan yang menumpuk. Mungkin kamu lelah dengan rutinitas. Mungkin kamu lelah dengan hubungan yang salah, dsb.
Menepilah sesaat, kawan. Yakinkan dirimu dengan alasan-alasan yang memberdayakan. Agar api semangat tetap menyala dan berkobar.
“Akan tiba saatnya kita temukan alasan paling tepat untuk berjuang. Jika telah tiba, genggam erat. Sesuatu yang istimewa takkan datang dua kali.” — Fiersa Besari
