Alasan Kenapa Kita Harus Membentuk Diri

Yasier Fadilah
4 min readApr 4, 2020

Kamu pernah nggak sih nanya begini ke diri sendiri, “Sebenarnya saya ini mau jadi apa?”

Oke, saya sendiri pernah.

Ini pertanyaan yang sering muncul di pikiran, beberapa waktu ke belakang. Pertanyaan sederhana yang jawabannya nggak sederhana. Jawabannya mengarah pada peran terbaik kita di dunia, tentang kebermanfaatan yang kita usahakan dengan sengaja.

Saya ingin cerita sedikit. Tentang menulis artikel. Selama beberapa waktu ini saya sedang berusaha membentuk diri untuk konsisten menulis. Saya berharap bisa menulis artikel yang bagus dan menarik. Tapi ternyata saya menyadari bahwa tujuannya bukan itu. Saya harus menulis dengan hati. Karena menulis adalah salah satu cara untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Sekecil apa pun, ilmu sebaiknya diamalkan. Saya pikir lebih baik fokus pada kebermanfaatan, daripada terlalu menggebu menjadi sempurna. Bagi saya, menulis adalah proses pembentukan diri yang panjang. Selama kita hidup, selama itu pula kita menulis.

Terus terang saya tipikal orang yang lebih senang bergerak. Kegiatan menulis, dengan duduk memegang pulpen atau duduk lama mengetik keyboard menjadi tantangan tersendiri. Bisa dibilang keluar dari zona nyaman. Saat menulis ini pun saya sedang berusaha duduk tenang dan berkonsentrasi penuh.

Ini mungkin lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Karena saya mulai menemukan ritme yang pas. Dulu, saya lebih sering berontak untuk berhenti nulis. Tapi perlahan saya mulai berdamai dengan ego. Meyakinkan diri bahwa menulis harus tetap dilakukan. Karena saya sudah menetapkan tujuan akhirnya.

Perjalanan menjadi penulis masih panjang.

Seperti J.K Rowling, penulis buku Harry Potter saja harus merasakan penolakan dulu dari 14 penerbit. Sampai tulisannya berhasil dicetak menjadi buku dan di filmkan. Ia telah membentuk dirinya menjadi penulis. Meskipun prosesnya nggak gampang. Penolakan itu nggak membuatnya gentar. Tempaan pengalaman itu malah membuatnya tambah yakin dengan karyanya.

Dari kisah J.K Rowling itu, saya belajar bahwa apa pun yang kita lakukan dengan hati, kita yakinkan dalam diri, maka akan membentuk diri kita. Masih ada waktu untuk terus belajar dan mengukur, sudah sejauh mana kita berlayar, sudah setinggi apa kita mendaki.

“Sesuatu yang didapatkan dengan mudah akan menghilang dengan cara yang mudah juga dan tentu ini tidak akan membentuk karakter manusia yang tangguh.” — Bob Sadino

Seperti kata Alm. Bob Sadino, apa pun yang kita kerjakan sebenarnya adalah proses membentuk diri. Akan lebih baik jika itu membentuk karakter yang tangguh dan membentuk pengalaman yang berharga. Sesuatu yang sulit didapatkan, justru memberi banyak kepuasan.

Kita bisa membentuk diri menjadi versi terbaik. Versi terbaik itu bisa dicapai, asalkan mau terus belajar dan bertumbuh. Kalau kita terlalu memikirkan hasil akhir, keseimbangan kita akan goyah. Kita hanya perlu fokus memperbaiki dan menikmati proses demi proses yang dilalui. Biarkan hasil berteriak lantang pada waktunya.

Pertanyaannya, kamu ingin membentuk diri seperti apa? Kamu ingin menjadi apa?

Ada yang serius membentuk diri menjadi seniman. Ada yang dengan tekun membentuk diri menjadi atlet. Atau ada juga yang membentuk diri menjadi pemimpin di sekolahnya atau perusahaan tempatnya bekerja. Mereka tahu apa yang ingin diraihnya.

Kalau kata Steven Covey, “Begin with the end in mind.”

Kita harus tahu dulu hasil akhirnya seperti apa, lalu pikirkan apa yang harus dilakukan sepanjang perjalanan, dan selanjutnya, lakukanlah dengan hati.

Oke, sekarang saya ingin mengajak kamu untuk mundur beberapa tahun ke belakang, saat masih sangat kecil. Coba ingat-ingat lagi apa yang sudah pernah kamu lakukan. Apakah kamu pernah main pasar-pasaran? Apakah kamu pernah main dokter-dokteran? Atau pernah main polisi-polisian dan perang-perangan?

Coba perhatikan deh, sebenarnya saat itu kamu sedang membentuk diri. Bedanya, kamu yang masih kecil itu nggak peduli apakah bisa menjadi pengusaha, dokter, polisi atau tentara. Kamu melakukannya tanpa beban dan berusaha meniru aktifitasnya sepersis mungkin dengan aslinya.

Kadang kita lupa dengan masa-masa itu. Ketika remaja atau dewasa, kadang kita ragu untuk memulai sesuatu di luar zona nyaman. Padahal kita bisa, meskipun langkahnya sedikit-sedikit. setitik-setitik.

“Lucu, kita membentuk pola pikir anak kecil agar tumbuh menjadi seperti kita. Padahal, diam-diam kita rindu menjadi anak kecil lagi.” — Fiersa Besari

Anak kecil memang unik ya, apa yang dia mau, langsung dilakukan. Nggak peduli susah atau gampang.

Photo by Robert Collins on Unsplash

Mungkin ada yang masih bertanya-tanya,

“Kenapa kita harus membentuk diri? Bukankah lebih baik hidup yang mengalir?”

Nah, ada yang menganggap hidup yang mengalir itu baik. Yang penting bisa jalanin hidup. Yaa, itu sebenarnya pilihan sih. Kita bisa memilih untuk hidup mengalir atau hidup yang terlatih dan terdisain. Hidup yang mengalir mungkin terasa mudah. Tapi, apakah itu membuat kita menjadi lebih baik?

Seperti kata Alm. Bob Sadino tadi, kalau sesuatu yang mudah nggak akan melatih mental dan karakter yang tangguh.

Membentuk dan melatih diri menjadi versi terbaik bisa menjadi cara kita untuk bersyukur dan sadar, kalau kita — manusia — adalah makhluk yang sempurna. Kita punya tugas untuk menjadi pemimpin di bumi. Kita punya potensi yang luar biasa. Potensi kita seperti emas, yang harus digali dan dibentuk dulu sampai akhirnya menjadi perhiasan yang indah.

Kita harus membentuk diri secara sadar, agar tahu apa yang harus diperbaiki. Karena kalau kita membiarkan diri terbentuk tanpa sadar (mengalir), kita akan kebingungan ketika keadaanya nggak sesuai yang diharapkan. Lalu bertanya, “Saya ini mau jadi apa sebenarnya?”

Perjalanan membentuk diri masih panjang. Kita masih harus berjuang menuju versi terbaik. Mari kita mulai perjalanannya. Siap?

--

--

Yasier Fadilah

I write about personal growth, business and productivity. You can also find me on IG @yasierfadilah. Thank you for reading.